Kelas Bukan Kuburan



Guru, sadar atau tidak, sering kali beranggapan bahwa kelas yang baik itu tenang dan serius. Berdasar asumsi seperti ini guru akan merasa telah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik, jika sanggup membuat kelas menjadi tenang dan siswa serius belajar. Sebaliknya,



guru akan sedih dan tertekan jika keadaan kelas gaduh dan siswa tampak kurang serius, bahkan banyak siswa yang tidur di kelas. Dalam suasana kelas seperti ini, guru terkadang lupa menghitung berapa banyak siswa yang terkantuk-kantuk dan ”terpaksa” tertidur pulas dalam kelas. Lantas, apa yang dapat dipelajari siswa dalam mimipi?

Konon, salah satu tanda kehidupan adalah pergerakan, kelas akan hidup jika siswa banyak melakukan pergerakan. Kelas berubah menjadi kuburan jika siswa tidak lagi hidup, tidak belajar melakukan sesuatu dengan menyenangkan. Sekolah kemudian menjadi terasa seperti penjara yang menyesakkan. Dalam iklim pembelajaran seperti ini, energi psikis siswa lebih banyak tersedot untuk membuat mata tetap terjaga, atau melawan kebosanan, daripada untuk mempelajari materi pelajaran. Sementara suasana kelas yang menyenangkan (fun) akan memberikan daya dorong bagi kegairahan siswa untuk mengembangkan diri secara lebih optimal.

Pendidikan Vs Hiburan
Dalam praktik, tidak sedikit guru yang memahami pendidikan sebagai lawan dari hiburan. Pendidikan selalu diasosiasikan dengan hal-hal yang serius, sementara hiburan diidentikkan dengan sikap santai dan main-main. Keduanya seolah-olah merupakan dua hal yang terpisah, bahkan bertolak belakang. Dalam teori pembelajaran modern, keduanya ternyata dapat dikawinkan. Hasil perkawinan antara pendidikan dan hiburan ini ternyata menghasilkan keluarga yang jauh lebih dahsyat. Survei membuktikan, pembelajaran akan lebih memuaskan hasilnya jika dilakukan dengan menyenangkan.

Pembelajaran yang menyenangkan disebut Edutainment, perpaduan antara education (pendidikan) dengan entertainment (hiburan). Sebuah proses pembelajaran yang didesain sedemikian rupa sehingga muatan pendidikan dan hiburan dapat dikombinasikan dengan harmonis. Oleh karenanya, pembelajaran terasa lebih menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan dapat dilakukan dengan humor, permainan (game), bermain peran (role play), kuis, berselancar di internet mencari informasi baru tentang topik yang sedang dipelajari (webquest), dan sebagainya. Sebuah proses pembelajaran interaktif yang lebih memberi ruang kepada siswa untuk mengalami, mencoba, merasakan, dan menemukan sendiri.

Dave Meire (2000) dalam bukunya The Accelerated Learning Handbook menyatakan, sudah saatnya pembelajaran pola lama diganti dengan pendekatan SAVI, agar pembelarajan berlangsung lebih efektif. Guru, dalam mengolah kelas, sebaiknya menggunakan pendekatan Somatic, Auditory, Visual, dan Intellectual (SAVI).
Somatic didefinisikan sebagai learning by moving and doing (belajar dengan bergerak dan berbuat). Auditory didefinisikan sebagai learning by talking and hearing (belajar dengan berbicara dan bergerak). Visual diartikan sebagai learning by observing and picturing (belajar dengan mengamati dan menggambar). Adapun Intellectual maksudnya adalah learning by problem solving and reflecting (belajar dengan pemecahan masalah dan melakukan refleksi).

Keempat pendekatan belajar tersebut diintegrasikan sedemikian rupa sehingga siswa dan guru dapat secara bersama-sama menghidupkan suasana kelas. Kelas, dengan pendekatan seperti ini tidak lagi seperti kuburan yang menakutkan, tetapi sebagai arena bermain yang menyenangkan bagi siswa. Pelajaran dikemas dalam suasana bermain dan bereksperimen. Suasana kelas yang menggairahkan ini sangat bermafaat bukan hanya bagi peningkatan prestasi siswa, tetapi juga menurunkan stress, meninggkatkan keterampilan interpersonal, dan kreativitas siswa. Dengan kata lain, humor, canda tawa, dan kegiatan kelas yang dinamis merupakan bumbu penyedap yang menambah siswa untuk giat belajar.

0 Response to "Kelas Bukan Kuburan"

Posting Komentar

Kirimkan kritik dan saran Njenengan ke E-mail:"Halim_santri@yahoo.com".
Powered by Blogger